Serangan Israel ke Iran Pecah Kebuntuan Selama 40 Tahun
Tehran – Iran berupaya mengecilkan dampak serangan Israel ke wilayahnya akhir pekan lalu, seolah menghindari eskalasi perang yang lebih luas. Namun, serangan tersebut mencetak preseden baru yang selama 40 tahun coba dihindari oleh Republik Islam itu.
Selama ini, kedua negara memilih berkonfrontasi dalam bayangan. Israel menjalankan operasi rahasia untuk membunuh tokoh-tokoh penting Iran dan melancarkan serangan siber, sementara Iran menggunakan milisi proxy Arab untuk menyerang negara Yahudi tersebut.
Serangan kali ini berbeda. Israel secara terbuka mengklaim melakukan “serangan presisi” ke target militer di Iran. “Israel kini memiliki kebebasan udara yang lebih luas di Iran,” ujar juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengklaim pencapaian dalam serangan itu.
BACA JUGA :Â Bagaimana Masyarakat Israel dan Palestina Memandang Pemilu AS?
Media pemerintah Iran merespons dengan menunjukkan kehidupan normal di jalanan Tehran, bahkan ada yang menyindir serangan itu sebagai aksi yang terbatas. Namun, muncul perdebatan internal tentang respons Iran agar serangan ini tidak menjadi hal yang lumrah.
Trita Parsi dari Quincy Institute menilai, “Ada kekhawatiran jika mereka tidak bertindak, maka Israel akan mulai memperlakukan Iran seperti Suriah.” Beberapa pihak di Iran juga menilai ketidakaktifan hanya akan melemahkan posisi pertahanan negara tersebut.
Serangan Israel yang diklaim mengenai “sistem strategis” Iran dan merusak pertahanan dan ekspor misil, juga menambah keraguan di kalangan Iran soal efektivitas jaringan proxy regional yang selama ini menjadi perisai utama.
Pertimbangan terbaru ini memicu perdebatan di dalam negeri: apakah jaringan proxy ini masih efektif untuk mencegah serangan Israel, atau Iran perlu memperkuat pertahanannya sendiri, mungkin hingga pertimbangan senjata nuklir.
Sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran pada 2018, Iran perlahan meningkatkan pengayaan uranium, yang sudah mencapai kemurnian 60%, mendekati level senjata nuklir yang mencapai 90%.
Meskipun Iran menyatakan tidak berniat mempersenjatai program nuklirnya, beberapa pihak mulai mendorong opsi senjata nuklir sebagai upaya mempertahankan diri. “Ada dorongan dari pihak yang percaya bahwa jika Iran memiliki senjata nuklir, hal ini tidak akan terjadi,” ujar Parsi.
Namun, kemampuan Iran untuk cepat membangun senjata nuklir masih diragukan, bahkan jika mereka mencapai tingkat kemurnian uranium yang diperlukan. Parsi memperingatkan, “Serangan militer pada fasilitas nuklir Iran bisa berujung pada dorongan yang lebih besar bagi Iran untuk benar-benar memiliki senjata nuklir.”
FOTO: AP