PBNU Minta Maaf atas Pertemuan Kader NU dengan Presiden Israel, Ungkap Dalang di Baliknya
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta maaf setelah beberapa kader NU bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog. Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, atau Gus Yahya, menjelaskan bahwa pertemuan tersebut tidak pantas dalam situasi saat ini.
“Sepatutnya saya mohon maaf kepada masyarakat luas bahwa ada beberapa orang dari kalangan NU yang pergi ke Israel dan melakukan engagement di sana,” kata Gus Yahya dalam konferensi pers, Selasa (16/7/2024).
Gus Yahya menambahkan bahwa PBNU merasa dicatut oleh sebuah organisasi bernama Pusat Studi Warisan Ibrahim untuk Perdamaian (Rahim). Organisasi ini dikaitkan dengan lima orang Nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel.
“Baru saja kami menerima informasi bahwa ada satu lembaga bernama Pusat Studi Warisan Ibrahim untuk Perdamaian yang mencantumkan bahwa LBM NU adalah bagian dari jaringan organisasi ini dan bahkan mencantumkan logo LBM NU di dalam website-nya,” ujar Gus Yahya.
PBNU telah mengklarifikasi hal ini kepada LBM NU dan menemukan bahwa tidak ada organisasi Rahim di LBM PBNU. Ternyata, organisasi tersebut terkait dengan LBM NU DKI, PWNU DKI. “Kami minta kepada lembaga/organisasi yang bersangkutan untuk men-take down ini karena kami tidak menginginkan ada klaim yang tidak diketahui oleh PBNU,” tegasnya.
Gus Yahya menjelaskan bahwa yang mengundang lima orang Nahdliyin untuk bertemu Presiden Israel adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) advokat yang terafiliasi dengan Israel. “Yang mengajak ini adalah dari satu channel NGO yang merupakan advokat dari Israel,” kata Gus Yahya.
Menurut Gus Yahya, lembaga ini biasanya bergerak untuk memperbaiki citra Israel dan melobi kepentingan Israel. Kelima orang tersebut didekati secara satu per satu dan akhirnya diajak ke Israel untuk menghadiri pertemuan yang katanya tanpa agenda pertemuan dengan Presiden Israel sebelumnya.
“Memang mereka di sana programnya adalah sekadar pertemuan-pertemuan intervene dialog dengan berbagai pihak. Katanya tanpa agenda pertemuan dengan Presiden Israel sebelumnya, dan itu mendadak diadakan di sana,” ungkap Gus Yahya.
Gus Yahya menilai bahwa hal ini terjadi karena ketidaktahuan teman-teman yang terlibat tentang konstelasi politik dan menganggap mereka belum cukup memahami situasi sehingga hasilnya berbeda dari yang diharapkan.