Mudzakarah Perhajian 2024 Mencapai Kesimpulan Berbeda dengan Ijtima Ulama MUI Soal Hukum Haji
Bandung, Tawaf Tv – Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 yang diselenggarakan pada 7-9 November di Bandung menghasilkan sejumlah putusan terkait ibadah haji yang berbeda dengan keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI yang berlangsung pada Mei 2024 di Bangka.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), KH Jeje Zaenudin, menyampaikan pentingnya menyelaraskan hasil keputusan kedua forum tersebut untuk menghindari kebingungannya umat, terutama calon jemaah haji.
“Saya berharap agar keputusan Mudzakarah Perhajian tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Kemenag di Bandung, dapat disinkronisasi dan mendapatkan titik temu dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Bangka,” kata Jeje dikutip detikHikmah, Rabu (13/11).
Menurut Jeje, perbedaan antara kedua forum tersebut muncul dalam dua isu hukum utama. Pertama, terkait pemanfaatan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jemaah haji. Ijtima Ulama MUI menyatakan bahwa hal tersebut adalah haram, sementara Mudzakarah Kemenag menganggapnya mubah (boleh).
Kedua, perbedaan pandangan mengenai kebolehan penyembelihan hewan hadyu atau dam haji tamattu’ di luar wilayah Makkah. Fatwa MUI menyatakan bahwa penyembelihan di luar Makkah tidak sah, sementara Mudzakarah Kemenag menyatakan hal tersebut sah.
Jeje menekankan pentingnya sinkronisasi antara kedua forum, mengingat kewenangan yang berbeda antara Mudzakarah Perhajian dan Ijtima Ulama MUI.
Mudzakarah, menurutnya, lebih berfokus pada kajian dan rekomendasi kebijakan mengenai penyelenggaraan ibadah haji, sedangkan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI berfungsi untuk mengeluarkan fatwa hukum terkait masalah-masalah umat.
“Perbedaan ini bisa membingungkan umat. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan bersama untuk menyamakan persepsi dan menemukan titik temu,” ujar Jeje.
Ia menambahkan, kewenangan mengeluarkan fatwa hukum seharusnya tetap menjadi tugas lembaga fatwa yang lebih luas, seperti Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI.