Masjid Al-Zahraa di Suriah Tuai Pro Kontra Warga
Masjid Al-Zahraa didirikan oleh keluarga pengungsi asal Maarrat al-Numan, Syria, yang menyumbangkan empat kilogram emas untuk pembangunannya. “Kami ingin mempersembahkan masjid ini sebagai bentuk penghormatan kepada ibu kami dan membantu masyarakat setempat,” ujar salah satu anggota keluarga penyumbang.
BACA JUGA : 33 Masjid Ramah Raih Penghargaan Kemenag
Namun, kritik tajam muncul di media sosial. Sebagian pihak menganggap warna hitam tidak lazim untuk sebuah masjid. Merespons hal ini, Kementerian Wakaf yang tergabung dalam “Pemerintah Keselamatan” berencana mengubah nama dan warna masjid. Langkah tersebut menuai kecaman dari pendukung masjid, yang menyebut keputusan itu sebagai bentuk pembenaran atas kritik yang dianggap tidak rasional.
“Warna dan nama masjid tidak seharusnya menjadi persoalan utama. Yang terpenting adalah niat baik di balik pembangunan ini,” kata seorang jurnalis di Syria Utara, yang juga menilai kritik ini lebih bermotif politik daripada keagamaan.
Pendukung masjid menekankan bahwa arsitektur Islam selalu beragam dan mencerminkan keindahan seni. “Penolakan atas warna masjid ini hanya menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap nilai keberagaman dalam arsitektur Islam,” tegas salah satu tokoh masyarakat setempat.
Kontroversi ini juga memunculkan desakan agar pemerintah lebih fokus pada isu-isu yang memperkuat persatuan masyarakat, alih-alih menanggapi kritik yang dinilai tak berdasar. Masjid Al-Zahraa, menurut pendukungnya, adalah simbol keterbukaan budaya sekaligus penghargaan terhadap seni Islam yang terus berkembang.
Meski menuai kritik, Masjid Al-Zahraa tetap mendapat banyak dukungan. Para pendukung berharap masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol solidaritas dan harapan di tengah situasi sulit yang melanda Syria.